Tuesday 20 May 2014

Widodari Teknik



            “Bruk…” wanita itu terpontang-panting, berlari mengejar pria yang membawa selembar kertas absen mahasiswa.
“pak, ini tugas saya.” Ujarnya
“oh, maaf mbak anda sudah tidak bisa mengumpulkan tugas karena anda sudah melampaui batas yang telah saya ditentukan.” Jawabnya bijak
“tapi pak..”
Lelaki itu tidak menggubris si wanita, ia lekas pergi meninggalkanya menuju ruangan kecil yang disesaki oleh sesama sebayanya.
“kamu sabaro ya vi.” Wanita berkacamata itu menepuk bahunya sambil mengelus kerudungnya.
“he’em.. aku tidak akan menyerah, seperti kata pepatah jangan menyerah sebelum berusaha, jangan mengeluh menjadi mahasiswa teknik ! “ jawabnya.
Wanita yang satu ini memang mempunyai semangat yang sangat tinggi atas apa yang dilakukanya hari ini, esok dan seterusnya. Setiap hari dia selalu mengagendakan kegiatanya muali dari bangun tidur sampai tidur lagi. Terkadang apa yang telah diagendakan tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya oleh sebab itu ia membuat plan B jika ada sesuatu yang menghalangi agenda harianya.
Baginya kertas bukan hanya sekedar kertas tetapi kertas mampu merekam semua yang dituliskanya, beratus bahkan beribu mimpi telah ia tuliskan di kertasnya. Ada pencapaian jarak pendek, jarak 1 tahun kedepan, 2 tahun kedepan sampai planning setelah kuliah. Dengan demikian ia dapat mengetahui sampai titik manakah perjalananya kali ini dan bagaimana hasil yang telah dicapai. Wanita ini yakin bahwa pada suatu hari nanti apa yang dituliskanya akan menjadi kenyataan jika ia berusaha dan berdoa. Jikalau tidak terwujud Allah pasti mempunyai rencana yang lebih indah dari apa yang ditulisnya.
            Berangkat pagi pulang malam sudah menjadi kebiasaanya, seakan tiada hari tanpa kuliah karena setiap hari adalah it’s time to do more better than yesterday. Ya… begitulah motto hidup mahasiswa yang fakultasnya memiliki  jumlah kaum adam lebih banyak daripada kaum hawa. Laboratorium seakan menjadi rumah kedua setelah rumahnya sendiri. Hampir 70 % waktu perhari-nya dihabiskan di lab dan dikampus. Tidak ada waktu untuk sekedar menyalurkan hobi badmintonya. Semuanya dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharap suatu apapaun, dalam benaknya hanya ada sosok kedua orang tua yang selalu menasehatinya agar selalu mengucap shalawat dalam keadaan apapun.
“Makan nduk, kamu kan jarang makan kalau disana. Lihat toh badanmu tambah kurus” wanita yang rambutnya mulai memutih ini menasehatinya.
“enggeh mak” ia mengiyakan. Sesuap demi sesuap nasi dilahapnya hingga tak tersisa lagi.
“bagaimana kuliahnya ? “
“Alhamdulillah lancar, kemarin sempat kecapekan gara-gara kurang tidur dan sering gak sarapan.”
“Tenaga itu jangan terlalu diforsir, kalau sudah sakit malah kamu yang ribet. Mamak kan nggak bisa merawatmu kalau disana sakit gimana.”
“hehehe.. iya besok tak sempetin deh mak.”
            Malaikat tak bersayap, begitu dia memaknainya. Hatinya begitu lembut, jujur perkataanya, baik budi pekertinya. Dia sangat bersyukur mempunyai seorang mamak yang perhatian dan peduli denganya. Baginya pengorbanan mamak tidak akan pernah sebanding dengan apa yang didapatkanya saat ini. Mamak rela menyisihkan uang belanja yang diberikan bapak setiap hari demi biaya kuliahnya. Mamak rela bangun malam hanya untuk menyelimutinya, mamak rela bangun malam saat mendengar rintihan-nya yang sedang capek dan mengoleskan balsam di tubuhnya bahkan nyamukpun tidak boleh menggigit tubuhnya.
* * *
            “Kamu nggak usah kuliah saja nduk, tahu diri saja kita ini bukan dari kalangan mewah yang bisa menguliahkan anak di universitas negeri. Bapak malu mendengar omongan orang yang menghina kita miskin minta sekolah tinggi.”
Wanita itu hanya tertunduk mendengar perkataan bapak, sakit rasanya. Dada-nya sesak, jantungnya semakin berdebar kencang, marah, sedih, malu bercampur menjadi satu sampai butiran air keluar dari bola matanya.
“Sudah nduk.. masih banyak jalan lain, kan masih bisa kuliah tahun depan.” Wanita berambut putih mencoba menabahkan hati si wanita.
Dia tidak bisa berkata-kata lagi hanya butiran air yang terus mengalir dari kedua matanya, semakin deras sampai membasahi kerudungnya. Baginya kuliah bukan hanya sekedar memamerkan diri ke semua tetangga kalau “aku ini pintar makanya aku kuliah, aku ini kaya makanya kuliah”. Pendidikan lebih dari itu. Salah satu jalan menuju kesuksesan adalah dengan belajar dan proses belajar yang baik baginya adalah melalui jalan pendidikan. Jutaan mimpi yang tereakam semenjak kelas dua SMA kini mulai tidak ada harapan, cita-cita yang dituliskanya ke sebuah kertas, tempelan universitas harapan diatas bangku sekolahnya, cerita-cerita tentang cita-citanya, semuanya sudah tidak bisa diharapkan.
            Wanita berambut putih turut merasakan kesedihan yang dirasakanya, hatinya juga sakit, dalam benaknya dia berkata “Orang tua macam apa aku ini, anakku pengen sekolah tapi kami tidak bisa menurutinya.”
            Air matanya pun mengalir seiring dengan kesedihan yang ia rasakan, malu, sakit, itulah perasaanya.
“Sudah mak.. aku bisa kuliah tahun depan, sekarang berhenti dulu ndak apa-apa.” Ujarnya sopan.
Wanita berambut putih terus menangis. Tak kuasa melihat tangisanya si wanita mengusap air matanya dan memeluknya.
“Meskipun aku ndak kuliah aku masih bisa kerja mak, kuliah tahun depan dengan biaya sendiri lebih manfaat toh. Aku ndak apa-apa kok. Allah pasti memberikan yang terbaik untuk hambanya yang taat.”
            Mereka tetap berpelukan, ada kasih saying yang tulus yang mengalir diantara keduanya.
***
            Lembaran demi lembaran buku diary yang kucel masih ditanganya, masih terekam dengan jelas dimana ada moment-moment ia merasa sangat disayangi oleh orang tuanya, dimana ia akan masuk universitas keinginanya, dimana ia berjuang untuk meraih mimpinya di sebuah fakultas yang penuh dengan challenge dipulau seberang. Ada rasa rindu setelah 5 tahun berlalu menjadi seorang mahasiswa teknik.
“Sudah selesai mi ? “ Tanya lelaki yang berpostur gagah tampan.
“Alhamdulillah mas. “ jawabnya singkat
“Ayo turun dari pesawat, rombongan sudah menunggu dibawah.” Jawabnya
“Enggeh mas.” Si wanita menjawab penuh kebahagiaan.
            Setelah turun dari pesawat mereka berdua mencium tangan Bapak dan Mamak bersyukur atas apa yang didapatkanya hari ini, mereka semua sujud syukur bisa menginjakkan kaki di tanah suci Makkah. Baru kali ini si wanita melihat Bapak menangis, bapak yang berwatak keras, disiplin, tegas ternyata bisa meneteskan air matanya disini. impianya sejak umur 30 tahun yang lalu kini sudah terwujud. Terharu, bahagia, indah bisa merasakan nikmatnya ihram, tahallul, sa’i, wukuf di padang arafah, melempar jumrah, bermalam di mina sampai thawaf mengelilingi ka’bah bersama keluarga kecilnya.

No comments:

Post a Comment