“Bruk…” wanita itu
terpontang-panting, berlari mengejar pria yang membawa selembar kertas absen
mahasiswa.
“pak,
ini tugas saya.” Ujarnya
“oh,
maaf mbak anda sudah tidak bisa mengumpulkan tugas karena anda sudah melampaui
batas yang telah saya ditentukan.” Jawabnya bijak
“tapi
pak..”
Lelaki
itu tidak menggubris si wanita, ia lekas pergi meninggalkanya menuju ruangan
kecil yang disesaki oleh sesama sebayanya.
“kamu
sabaro ya vi.” Wanita berkacamata itu menepuk bahunya sambil mengelus
kerudungnya.
“he’em..
aku tidak akan menyerah, seperti kata pepatah jangan menyerah sebelum berusaha,
jangan mengeluh menjadi mahasiswa teknik ! “ jawabnya.
Wanita
yang satu ini memang mempunyai semangat yang sangat tinggi atas apa yang
dilakukanya hari ini, esok dan seterusnya. Setiap hari dia selalu mengagendakan
kegiatanya muali dari bangun tidur sampai tidur lagi. Terkadang apa yang telah
diagendakan tidak berjalan dengan sebagaimana mestinya oleh sebab itu ia
membuat plan B jika ada sesuatu yang menghalangi agenda harianya.
Baginya
kertas bukan hanya sekedar kertas tetapi kertas mampu merekam semua yang
dituliskanya, beratus bahkan beribu mimpi telah ia tuliskan di kertasnya. Ada
pencapaian jarak pendek, jarak 1 tahun kedepan, 2 tahun kedepan sampai planning
setelah kuliah. Dengan demikian ia dapat mengetahui sampai titik manakah
perjalananya kali ini dan bagaimana hasil yang telah dicapai. Wanita ini yakin
bahwa pada suatu hari nanti apa yang dituliskanya akan menjadi kenyataan jika
ia berusaha dan berdoa. Jikalau tidak terwujud Allah pasti mempunyai rencana
yang lebih indah dari apa yang ditulisnya.
Berangkat pagi pulang malam sudah
menjadi kebiasaanya, seakan tiada hari tanpa kuliah karena setiap hari adalah
it’s time to do more better than yesterday. Ya… begitulah motto hidup mahasiswa
yang fakultasnya memiliki jumlah kaum
adam lebih banyak daripada kaum hawa. Laboratorium seakan menjadi rumah kedua
setelah rumahnya sendiri. Hampir 70 % waktu perhari-nya dihabiskan di lab dan
dikampus. Tidak ada waktu untuk sekedar menyalurkan hobi badmintonya. Semuanya
dilakukan dengan ikhlas tanpa mengharap suatu apapaun, dalam benaknya hanya ada
sosok kedua orang tua yang selalu menasehatinya agar selalu mengucap shalawat
dalam keadaan apapun.
“Makan
nduk, kamu kan jarang makan kalau disana. Lihat toh badanmu tambah kurus”
wanita yang rambutnya mulai memutih ini menasehatinya.
“enggeh
mak” ia mengiyakan. Sesuap demi sesuap nasi dilahapnya hingga tak tersisa lagi.
“bagaimana
kuliahnya ? “
“Alhamdulillah
lancar, kemarin sempat kecapekan gara-gara kurang tidur dan sering gak
sarapan.”
“Tenaga
itu jangan terlalu diforsir, kalau sudah sakit malah kamu yang ribet. Mamak kan
nggak bisa merawatmu kalau disana sakit gimana.”
“hehehe..
iya besok tak sempetin deh mak.”
Malaikat tak bersayap, begitu dia
memaknainya. Hatinya begitu lembut, jujur perkataanya, baik budi pekertinya. Dia
sangat bersyukur mempunyai seorang mamak yang perhatian dan peduli denganya.
Baginya pengorbanan mamak tidak akan pernah sebanding dengan apa yang
didapatkanya saat ini. Mamak rela menyisihkan uang belanja yang diberikan bapak
setiap hari demi biaya kuliahnya. Mamak rela bangun malam hanya untuk
menyelimutinya, mamak rela bangun malam saat mendengar rintihan-nya yang sedang
capek dan mengoleskan balsam di tubuhnya bahkan nyamukpun tidak boleh menggigit
tubuhnya.
*
* *
“Kamu nggak usah kuliah saja nduk,
tahu diri saja kita ini bukan dari kalangan mewah yang bisa menguliahkan anak
di universitas negeri. Bapak malu mendengar omongan orang yang menghina kita
miskin minta sekolah tinggi.”
Wanita
itu hanya tertunduk mendengar perkataan bapak, sakit rasanya. Dada-nya sesak,
jantungnya semakin berdebar kencang, marah, sedih, malu bercampur menjadi satu
sampai butiran air keluar dari bola matanya.
“Sudah
nduk.. masih banyak jalan lain, kan masih bisa kuliah tahun depan.” Wanita
berambut putih mencoba menabahkan hati si wanita.
Dia
tidak bisa berkata-kata lagi hanya butiran air yang terus mengalir dari kedua
matanya, semakin deras sampai membasahi kerudungnya. Baginya kuliah bukan hanya
sekedar memamerkan diri ke semua tetangga kalau “aku ini pintar makanya aku
kuliah, aku ini kaya makanya kuliah”. Pendidikan lebih dari itu. Salah satu
jalan menuju kesuksesan adalah dengan belajar dan proses belajar yang baik
baginya adalah melalui jalan pendidikan. Jutaan mimpi yang tereakam semenjak
kelas dua SMA kini mulai tidak ada harapan, cita-cita yang dituliskanya ke
sebuah kertas, tempelan universitas harapan diatas bangku sekolahnya,
cerita-cerita tentang cita-citanya, semuanya sudah tidak bisa diharapkan.
Wanita berambut putih turut merasakan
kesedihan yang dirasakanya, hatinya juga sakit, dalam benaknya dia berkata
“Orang tua macam apa aku ini, anakku pengen sekolah tapi kami tidak bisa
menurutinya.”
Air matanya pun mengalir seiring
dengan kesedihan yang ia rasakan, malu, sakit, itulah perasaanya.
“Sudah
mak.. aku bisa kuliah tahun depan, sekarang berhenti dulu ndak apa-apa.”
Ujarnya sopan.
Wanita
berambut putih terus menangis. Tak kuasa melihat tangisanya si wanita mengusap
air matanya dan memeluknya.
“Meskipun
aku ndak kuliah aku masih bisa kerja mak, kuliah tahun depan dengan biaya
sendiri lebih manfaat toh. Aku ndak apa-apa kok. Allah pasti memberikan yang
terbaik untuk hambanya yang taat.”
Mereka tetap berpelukan, ada kasih
saying yang tulus yang mengalir diantara keduanya.
***
Lembaran demi lembaran buku diary yang
kucel masih ditanganya, masih terekam dengan jelas dimana ada moment-moment ia
merasa sangat disayangi oleh orang tuanya, dimana ia akan masuk universitas keinginanya,
dimana ia berjuang untuk meraih mimpinya di sebuah fakultas yang penuh dengan
challenge dipulau seberang. Ada rasa rindu setelah 5 tahun berlalu menjadi
seorang mahasiswa teknik.
“Sudah
selesai mi ? “ Tanya lelaki yang berpostur gagah tampan.
“Alhamdulillah
mas. “ jawabnya singkat
“Ayo
turun dari pesawat, rombongan sudah menunggu dibawah.” Jawabnya
“Enggeh
mas.” Si wanita menjawab penuh kebahagiaan.
Setelah turun dari pesawat mereka
berdua mencium tangan Bapak dan Mamak bersyukur atas apa yang didapatkanya hari
ini, mereka semua sujud syukur bisa menginjakkan kaki di tanah suci Makkah.
Baru kali ini si wanita melihat Bapak menangis, bapak yang berwatak keras,
disiplin, tegas ternyata bisa meneteskan air matanya disini. impianya sejak umur
30 tahun yang lalu kini sudah terwujud. Terharu, bahagia, indah bisa merasakan
nikmatnya ihram, tahallul, sa’i, wukuf di padang arafah, melempar jumrah,
bermalam di mina sampai thawaf mengelilingi ka’bah bersama keluarga kecilnya.
No comments:
Post a Comment